Senin, 07 November 2011

Wisata Indonesia Paling Populer

Inilah Wisata Indonesia Paling Populer yang sengaja dilupakan. Objek Wisata Populer ini sempat menjadi pembicaraan hangat, namun hanya hangat-hangat Tahi Ayam. WIsata Indonesia Paling Populer itu bukanlah di Pekanbaru Riau. Nama Objek Wisata Indonesia Paling Populer itu berlokasi di tempat menggenangnya sebuah lumpur yang fenomenal, lumpur yang mahal pernah dijual orang pergelas. Luas areanya sangat luas. Lumpur itu bernama Lumpur Lapindo.

Si Jablog (Si Bujang Blogger) membuat mukanya dengan ekpresi tanda tanya? "apa ni yang abang cakap, aneh-aneh saja penjelasan abang ini," saya pun tersenyum dikulum mendengar respon Si Jablog. "Ah..macam tak tahu saja awak tu Jang, Lumpur Lapindo itukan sebuah objek wisata paling populer dan sengaja dilupakan," kataku sambil senyum nampak gigi. Semalam saya mendapat email dari salah seorang kawan diseberang (Pulau Jawa) sana, "Dia meminta saya membantu untuk mempromosikan Objek Wisata Populer itu," sebuah bantal yang penuh peta harta karun saya peluk-peluk sayang, "Jang, saya masih penat nih, awak tu lihat saja salinan emailnya di flasdisk, saya nak berehat sekejap." Si Jablog dengan rasa penasarannya langsung saya menguncah-nguncah tas punggung saya dan menghidupakan Apple Ipad yang baru saja dibeli dari hasil bisnis onlinennya. Berikut petikan surat elektonik itu:

Wisata Indonesia Paling Populer

Setelah 3 tahun ditambah 100 hari pemerintahan yang sekarang, ternyata tidak sedikitpun menyentuh kondisi sosial korban lumpur Lapindo yang ada di Desa Porong, Sidoarjo. Perlahan dan (seperti) pasti, kondisi sosial di Porong dan desa-desa lainnya yang terkena dampak lumpur Lapindo dilupakan bahkan ditinggalkan. Rembug Nasional (National Summit) yang diadakan Presiden setelah pelantikannya juga seperti sengaja untuk tidak mengundang korban lumpur Lapindo.

Masih tercecer saat ini lebih dari 300 KK yang menganggur, hak penghidupan yang semestinya menjadi hak paten manusia hidup masih juga tidak diperjuangkan dengan baik. Bisa dibayangkan, berapa total nyawa yang terancam kelangsungan hidup, pendidikan dan masa depan bila dihitung dari 300 KK. Uang ganti beli (yang jelas-jelas uangnya dari Negara alias Rakyat) juga tidak membantu banyak, karena masih banyak penduduk yang belum menerima uang ganti asset tersebut.

Kebijakan Perpres No. 14/2007 adalah termasuk kebijakan ‘kesopanan’ pemerintah pusat pro Lapindo, tidak tegas dalam memberesi persoalan rakyat akibat kebijakan pengelolaan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) yang tidak berorientasi pada social safety.

Terakhir minggu ketiga bulan pertama tahun ini, saya mencoba melakukan assesment secara nyata ke desa-desa yang terkena dampak lumpur Lapindo. Lokasi pengungsian yang masih semrawut, pengangguran nyata yang terlihat di sisi danau lumpur, hingga wajah-wajah tegang yang berseliweran disekitarnya. Namun terlihat juga beberapa pengunjung yang menikmati danau lumpur ciptaan Lapindo itu. Luas tanggul yang hampir mencapai 1 KM menjadi strategic view untuk menikmatinya. Terlihat sekali minim aktifitas yang terjadi disini. Hampir seperti daerah mati. Sebelum menikmatinya, saya dicegat dan di minta membayar sebesar 5000 rupiah sebagai ganti uang tiket masuk ke lokasi wisata danau lumpur. Tanpa senyum dan tanpa basa basi, terlihat sekali ketegangan yang sudah akut menyelimuti pikiran mereka-mereka yang ada di daerah ini.

Berbekal melihat dan mencermati keadaan, kebutuhan perut para pengungsi yang berjumlah lebih dari 300 KK tersebut sudah tidak bisa lagi dihindarkan. Sudah sangatlah mendesak. Menurut Ipung M Nizar, salah satu koordinator pengungsi, mereka sudah tidak tahu lagi harus bagaimana. Kebanyakan dari mereka sulit untuk diajak keluar dari daerah lumpur tersebut. Hingga akhirnya dia sebagai koordinator tidak bisa juga meninggalkan rekan-rekan dan beberapa saudaranya yang masih tinggal dan menunggu uang ganti beli dari Pemerintah. Namun mereka berjanji bila ada jaminan penghidupan yang layak, mereka akan berusaha untuk keluar dari lingkungan Lumpur yang jelas-jelas sudah tidak lagi kondusif untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Selama ini Ipung dan teman-teman mencoba untuk berkarya dengan membuat CD/DVD dokumenter tentang kejadian Lumpur Lapindo.

Untuk membantu Ipung dan rekan-rekannya, saya beserta teman-teman mencapai pada tahap kesepakatan untuk membantu dengan cara menghidupkan saja sekalian wisata di Danau Lumpur Lapindo. Secara SDM dan kreatifitas, daerah Tanggulangin dan Porong merupakan sentra produksi kerajinan yang sangat dikenal di Indonesia. Di Tanggul pembatas lumpur yang lebar mencapai 15 Meter serta panjang hampir 1 KM itu nantinya akan didirikan pasar wisata dengan berbagai penjualan. Hanya saja dibutuhkan banyak modal untuk orang-orang korban Lapindo ini agar bisa berjualan.

Untuk mensiasatinya, saya secara pribadi akan menggandakan CD/DVD Dokumenter Lumpur Lapindo serta membuat beberapa macam produk yang berhubungan dengan tragedi ini. Dan bisa dilihat di situs SocioDistro serta Social Movement yaitu http://kukira.net. Yang nantinya hasil penjualan dikurangi modal akan saya kirim ke beberapa koordinator pengungsi disana, entah itu LSM atau personal. Diantaranya Ipung dan LSM yang tergabung dalam http://korbanlumpur.info . Beberapa produknya adalah T-Shirt dan Topi.

Pengadaan konsep Pasar Wisata Danau Lumpur ini juga merupakan sebagai bentuk protes terhadap pemerintah dan mengingatkan kepada khalayak ramai bahwa masih banyak masalah yang diakibatkan oleh Lapindo dan pemerintah secara tidak langsung.

Ajeng Junita Eka Putri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar