Rabu, 09 November 2011

Sejarah Suku Sunda

ROGER L. DIXON
Pada tahun 1998, suku Sunda berjumlah lebih kurang 33 juta jiwa, kebanyakan dari mereka hidup di Jawa Barat. Diperkirakan 1 juta jiwa hidup di propinsi lain. Berdasarkan sensus tahun 1990 didapati bahwa Jawa Barat memiliki populasi terbesar dari seluruh propinsi yang ada di Indonesia yaitu 35,3 juta orang. Demikian pula penduduk kota mencapai 34,51%, suatu jumlah yang cukup berarti yang dapat dijangkau dengan berbagai media. Kendatipun demikian, suku Sunda adalah salah satu kelompok orang yang paling kurang dikenal di dunia. Nama mereka sering dianggap sebagai orang Sudan di Afrika dan salah dieja dalam ensiklopedi. Beberapa koreksi ejaan dalam komputer juga mengubahnya menjadi Sudanese.
Sejarah singkat pra-abad 20 ini dimaksudkan untuk memperkenalkan orang Sunda di Jawa Barat kepada kita yang melayani di Indonesia. Pada abad ini, sejarah mereka telah terjalin melalui bangkitnya nasionalisme yang akhirnya menjadi Indonesia modern.
SISTEM KEPERCAYAAN MULA-MULA
Suku Sunda tidak seperti kebanyakan suku yang lain, dimana suku Sunda tidak mempunyai mitos tentang penciptaan atau catatan mitos-mitos lain yang menjelaskan asal mula suku ini. Tidak seorang pun tahu dari mana mereka datang, juga bagaimana mereka menetap di Jawa Barat. Agaknya pada abad-abad pertama Masehi, sekelompok kecil suku Sunda menjelajahi hutan-hutan pegunungan dan melakukan budaya tebas bakar untuk membuka hutan. Semua mitos paling awal mengatakan bahwa orang Sunda lebih sebagai pekerja-pekerja di ladang daripada petani padi.
Kepercayaan mereka membentuk fondasi dari apa yang kini disebut sebagai agama asli orang Sunda. Meskipun tidak mungkin untuk mengetahui secara pasti seperti apa kepercayaan tersebut, tetapi petunjuk yang terbaik ditemukan dalam puisi-puisi epik kuno (Wawacan) dan di antara suku Badui yang terpencil. Suku Badui menyebut agama mereka sebagai Sunda Wiwitan [orang Sunda yang paling mula-mula]. Bukan hanya suku Badui yang hampir bebas sama sekali dari elemen- elemen Islam (kecuali mereka yang ditentukan ada lebih dari 20 tahun yang lalu), tetapi suku Sunda juga memperlihatkan karakteristik Hindu yang sedikit sekali. Beberapa kata dalam bahasa Sansekerta dan Hindu yang berhubungan dengan mitos masih tetap ada. Dalam monografnya, Robert Wessing mengutip beberapa sumber yang menunjukkan suku Sunda secara umum, "The Indian belief system did not totally displace the indigenous beliefs, even at the court centers."[1] Berdasarkan pada sistem tabu, agama suku Badui bersifat animistik. Mereka percaya bahwa roh-roh yang menghuni batu-batu, pepohonan, sungai dan objek tidak bernyawa lainnya. Roh-roh tersebut melakukan hal-hal yang baik maupun jahat, tergantung pada ketaatan seseorang kepada sistem tabu tersebut. Ribuan kepercayaan tabu digunakan dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari.
PENGARUH HINDUISME
Tidak seorang pun yang tahu kapan persisnya pola-pola Hindu mulai berkembang di Indonesia, dan siapa yang membawanya. Diakui bahwa pola- pola Hindu tersebut berasal dari India; mungkin dari pantai selatan. Tetapi karakter Hindu yang ada di Jawa menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawabannya. Misalnya, pusat-pusat Hindu yang utama, bukan di kota-kota dagang di daerah pesisir tetapi lebih di pedalaman. Tampaknya jelas bahwa ide-ide keagamaanlah yang telah menaklukkan pemikiran orang pribumi, bukan tentara. Sebuah teori yang berpandangan bahwa kekuatan para penguasa Hindu/India telah menarik orang-orang Indonesia kepada kepercayaan-kepercayaan roh magis agama Hindu. Entah bagaimana, banyak aspek dari sistem kepercayaan Hindu diserap ke dalam pemikiran orang Sunda dan juga Jawa.
Karya sastra Sunda yang tertua yang terkenal adalah Caritha Parahyangan. Karya ini ditulis sekitar tahun 1000 dan mengagungkan raja Jawa Sanjaya sebagai prajurit besar. Sanjaya adalah pengikut Shivaisme sehingga kita tahu bahwa iman Hindu telah berurat dan berakar dengan kuat sebelum tahun 700. Sangat mengherankan, kira-kira pada waktu ini, agama India kedua, Budhisme, membuat penampilan pemunculan dalam waktu yang singkat. Tidak lama setelah candi-candi Shivaisme dibangun di dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah, monumen Borobudur yang indah sekali dibangun dekat Yogyakarta ke arah selatan. Candi Borobudur adalah monumen Budha yang terbesar di dunia. Diperkirakan agama Budha adalah agama resmi Kerajaan Syailendra di Jawa Tengah pada tahun 778 sampai tahun 870. Hinduisme tidak pernah digoyahkan oleh bagian daerah lain di pulau Jawa dan tetap kuat hingga abad 13. Struktur kelas yang kaku berkembang di dalam masyarakat. Pengaruh Sansekerta menyebar luas ke dalam bahasa masyarakat di pulau Jawa. Gagasan tentang ketuhanan dan kedudukan sebagai raja dikaburkan sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan.
Di antara orang Sunda dan juga orang Jawa, Hinduisme bercampur dengan penyembahan nenek moyang kuno. Kebiasaan perayaan hari-hari ritual setelah kematian salah seorang anggota keluarga masih berlangsung hingga kini. Pandangan Hindu tentang kehidupan dan kematian mempertinggi nilai ritual-ritual seperti ini. Dengan variasi-variasi yang tidak terbatas pada tema mengenai tubuh spiritual yang hadir bersama-sama dengan tubuh natural, orang Indonesia telah menggabungkan filsafat Hindu ke dalam kondisi-kondisi mereka sendiri. J. C. van Leur berteori bahwa Hinduisme membantu mengeraskan bentuk-bentuk kultural suku Sunda. Khususnya kepercayaan magis dan roh memiliki nilai absolut dalam kehidupan orang Sunda. Salah seorang pakar adat istiadat Sunda, Prawirasuganda, menyebutkan bahwa angka tabu yang berhubungan dengan seluruh aspek penting dalam lingkaran kehidupan perayaan-perayaan suku Sunda sama dengan yang ada dalam kehidupan suku Badui.
PENGARUH ORANG JAWA
Menurut Bernard Vlekke, sejarawan terkenal, Jawa Barat merupakan daerah yang terbelakang di pulau Jawa hingga abad 11. Kerajaan-kerajaan besar bangkit di Jawa Tengah dan Jawa Timur namun hanya sedikit yang berubah di antara suku Sunda. Walaupun terbatas, pengaruh Hindu di antara orang-orang Sunda tidak sekuat pengaruhnya seperti di antara orang-orang Jawa. Kendatipun demikian, sebagaimana tidak berartinya Jawa Barat, orang Sunda memiliki raja pada zaman Airlangga di Jawa Timur, kira-kira tahun 1020. Tetapi raja-raja Sunda semakin berada di bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan Jawa yang besar. Kertanegara (1268-92) adalah raja Jawa pada akhir periode Hindu di Indonesia. Setelah pemerintahan Kertanegara, raja-raja Majapahit memerintah hingga tahun 1478 tetapi mereka tidak penting lagi setelah tahun 1389. Namun, pengaruh Jawa ini berlangsung terus dan memperdalam pengaruh Hinduisme terhadap orang Sunda.
PAJAJARAN DEKAT BOGOR
Pada tahun 1333, hadir kerajaan Pajajaran di dekat kota Bogor sekarang. Kerajaan ini dikalahkan oleh kerajaan Majapahit di bawah pimpinan perdana menterinya yang terkenal, Gadjah Mada. Menurut cerita romantik Kidung Sunda, putri Sunda hendak dinikahkan dengan Hayam Wuruk, raja Majapahit. Namun, Gadjah Mada menentang pernikahan ini dan setelah orang-orang Sunda berkumpul untuk acara pernikahan, ia mengubah persyaratan. Ketika raja dan para bangsawan Sunda mendengar bahwa sang putri hanya akan menjadi selir dan tidak akan ada pernikahan seperti yang telah dijanjikan, mereka berperang melawan banyak rintangan tersebut hingga semuanya mati. Meski permusuhan antara Sunda dan Jawa berlangsung selama bertahun-tahun setelah episode ini (dan mungkin masih berlangsung), tetapi pengaruh yang diberikan oleh orang Jawa tidak pernah berkurang terhadap orang Sunda.
Hingga saat ini, Kerajaan Pajajaran dianggap sebagai kerajaan Sunda tertua. Sungguhpun kerajaan ini hanya berlangsung selama tahun 1482-1579, banyak kegiatan dari para bangsawannya dikemas dalam legenda. Siliwangi, raja Hindu Pajajaran, digulingkan oleh komplotan antara kelompok Muslim Banten, Cirebon dan Demak, dalam persekongkolan dengan keponakannya sendiri. Dengan jatuhnya Siliwangi, Islam mengambil alih kendali atas sebagian besar wilayah Jawa Barat. Faktor kunci keberhasilan Islam adalah kemajuan kerajaan Demak dari Jawa Timur ke Jawa Barat sebelum tahun 1540. Dari sebelah timur menuju ke barat, Islam menembus hingga ke Priangan (dataran tinggi bagian tengah) dan mencapai seluruh Sunda.
KEMAJUAN ISLAM
Orang Muslim telah ada di Nusantara pada awal tahun 1100 namun sebelum Malaka yang berada di selat Malaya menjadi kubu pertahanan Muslim pada tahun 1414, pertumbuhan agama Islam pada masa itu hanya sedikit. Aceh di Sumatra Utara mulai mengembangkan pengaruh Islamnya kira-kira pada 1416. Sarjana-sarjana Muslim menahan tanggal kedatangan Islam ke Indonesia hingga hampir ke zaman Muhammad. Namun beberapa peristiwa yang mereka catat mungkin tidak penting.
Kedatangan Islam yang sebenarnya tampaknya terjadi ketika misionaris Arab dan Persia masuk ke pulau Jawa pada awal tahun 1400 dan lambat laun memenangkan para mualaf di antara golongan yang berkuasa.
KEJATUHAN MAJAPAHIT
Sebelum 1450, Islam telah memperoleh tempat berpijak di istana Majapahit di Jawa Timur. Van Leur memperkirakan hal ini ditolong oleh adanya disintegrasi budaya Brahma di India. Surabaya (Ampel) menjadi pusat belajar Islam dan dari sana para pengusaha Arab yang terkenal meluaskan kekuasaan mereka. Jatuhnya kerajaan Jawa yaitu kerajaan Majapahit pada tahun 1468 dikaitkan dengan intrik dalam keluarga raja karena fakta bahwa putra raja, Raden Patah masuk Islam. Tidak seperti pemimpin-pemimpin Hindu, para misionaris Islam mendorong kekuatan militer supaya memperkuat kesempatan-kesempatan mereka. Memang tidak ada tentara asing yang menyerbu Jawa dan memaksa orang untuk percaya. Namun dipergunakan kekerasan untuk membuat para penguasa menerima iman Muhammad. Baik di Jawa Timur maupun Jawa Barat, pemberontakan dalam keluarga-keluarga raja digerakkan oleh tekanan militer Islam. Ketika para bangsawan berganti keyakinan, maka rakyat akan ikut. Meskipun demikian, kita harus mengingat apa yang ditunjukkan Vlekke bahwa perang-perang keagamaan jarang terjadi di sepanjang sejarah Jawa.
KERAJAAN DEMAK
Raden Patah menetap di Demak yang menjadi kerajaan Islam pertama di Jawa. Ia mencapai puncak kekuasaannya menjelang 1540 dan pada waktunya menaklukkan suku-suku hingga ke Jawa Barat. Bernard Vlekke mengatakan bahwa Demak mengembangkan wilayahnya hingga Jawa Barat karena politik Jawa tidak begitu berkepentingan dengan Islam. Pada waktu itu, Sunan Gunung Jati, seorang pangeran Jawa, mengirim putranya Hasanudin dari Cirebon untuk mempertobatkan orang-orang Sunda secara ekstensif. Pada 1526, baik Banten maupun Sunda Kelapa (Jakarta) berada di bawah kontrol Sunan Gunung Jati yang menjadi sultan Banten pertama. Penjajaran Cirebon dengan Demak ini telah menyebabkan Jawa Barat berada di bawah kekuasaan Islam. Pada kuartal kedua abad 16, seluruh pantai utara Jawa Barat berada di bawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam dan penduduknya telah menjadi Muslim.[2] Karena menurut data statistik penduduk tahun 1780 terdapat kira-kira 260.000 jiwa di Jawa Barat, dapat kita asumsikan bahwa pada abad ke-16 jumlah penduduk jauh lebih sedikit. Ini memperlihatkan bahwa Islam masuk ketika orang-orang Sunda masih merupakan suku kecil yang berlokasi terutama di pantai- pantai dan di lembah-lembah sungai seperti Ciliwung, Citarum dan Cisadane.
NATUR ISLAM
Ketika Islam masuk ke Sunda, memang ditekankan lima pilar utama agama namun dalam banyak bidang yang lain dalam pemikiran keagamaan, sinkretisme berkembang dengan cara pandang orang Sunda mula-mula. Sejarawan Indonesia Soeroto yakin bahwa Islam dipersiapkan untuk hal ini di India. "Islam yang pertama-tama datang ke Indonesia mengandung banyak unsur filsafat Iran dan India. Namun justru komponen-komponen merekalah yang mempermudah jalan bagi Islam di sini."[3] Para sarjana yakin bahwa Islam menerima kalau adat istiadat yang menguntungkan masyarakat harus dipertahankan. Dengan demikian Islam bercampur banyak dengan Hindu dan adat istiadat asli masyarakat. Perkawinan beberapa agama ini biasa disebut "agama Jawa." Akibat percampuran Islam dengan sistem kepercayaan majemuk (yang belakangan ini sering disebut aliran kebatinan) memberi deskripsi akurat terhadap kekompleksan agama di antara sukui Sunda saat ini.
KOLONIALISME BELANDA
Sebelum kedatangan Belanda di Indonesia pada 1596, Islam telah menjadi pengaruh yang dominan di antara kaum ningrat dan pemimpin masyarakat Sunda dan Jawa. Secara sederhana, Belanda berperang dengan pusat-pusat kekuatan Islam untuk mengontrol perdagangan pulau dan hal ini menciptakan permusuhan yang memperpanjang konflik perang Salib masuk ke arena Indonesia. Pada 1641, mereka mengambil alih Malaka dari Portugis dan memegang kontrol atas jalur-jalur laut. Tekanan Belanda terhadap kerajaan Mataram sangat kuat hingga mereka mampu merebut hak- hak ekonomi khusus di daerah pegunungan (Priangan) Jawa Barat. Sebelum 1652, daerah-daerah besar Jawa Barat merupakan persediaan mereka. Ini mengawali 300 tahun eksploitasi Belanda di Jawa Barat yang hanya berakhir pada saat Perang Dunia kedua.
Peristiwa-peristiwa pada abad 18 menghadirkan serangkaian kesalahan Belanda dalam bidang sosial, politik dan keagamaan. Seluruh dataran rendah Jawa Barat menderita di bawah persyaratan-persyaratan yang bersifat opresif yang dipaksakan oleh para penguasa lokal. Contohnya adalah daerah Banten. Pada tahun 1750, rakyat mengadakan revolusi menentang kesultanan yang dikendalikan oleh seorang wanita Arab, Ratu Sjarifa. Menurut Ayip Rosidi, Ratu Sjarifa adalah kaki tangan Belanda. Namun, Vlekke berpendapat bahwa "Kiai Tapa," sang pemimpin adalah seorang Hindu dan bahwa pemberontakan itu lebih diarahkan kepada pemimpin-pemimpin Islam daripada kolonialis Belanda. (Sulit untuk melakukan rekonstruksi sejarah dari beberapa sumber karena masing- masing golongan memiliki kepentingan sendiri yang mewarnai cara pencatatan kejadian.)
AGAMA BUKANLAH ISU HINGGA TAHUN 1815
Selama 200 tahun pertama Belanda memerintah di Indonesia, sedikit masalah yang dikaitkan dengan agama. Hal ini terjadi karena secara praktis Belanda tidak melakukan apa-apa untuk membawa kekristenan kepada penduduk asli. Hingga tahun 1800, ada "gereja kompeni" yakni "gereja" yang hanya namanya saja karena hanya berfungsi melayani kebutuhan para pekerja Belanda di East India Company. Badan ini mengatur seluruh kegiatan Belanda di kepulauan Indonesia. Hingga abad 19 tidak ada sekolah bagi anak-anak pribumi sehingga rakyat tidak mempunyai cara untuk mendengar Injil.
Pada pergantian abad 19, East India Company gulung tikar dan Napoleon menduduki Belanda. Pada 1811, Inggris menjadi pengurus Dutch East Indies. Salah satu inisiatif mereka adalah membuka negeri ini terhadap kegiatan misionaris. Walaupun terjadi peristiwa penting ini, hanya sedikit yang dilakukan di Jawa hingga pertengahan abad tersebut. Kendati demikian, beberapa fondasi telah diletakkan di Jawa Timur dan Jawa Tengah yang menjadi model bagi pekerjaan di antara orang Sunda.
SISTEM BUDAYA
Kesalahan politik yang paling terkenal yang dilakukan Belanda dimulai pada tahun 1830. Kesalahan politik ini disebut sebagai Sistem Budaya namun sebenarnya lebih tepat jika disebut sistem perbudakan. Sistem ini mengintensifkan usaha-usaha pemerintah untuk menguras hasil bumi yang lebih banyak yang dihasilkan dari tanah ini. Sistem budaya ini memeras seperlima hasil tanah petani sebagai pengganti pajak. Dengan mengadakan hasil panen yang baru seperti gula, kopi dan teh, maka lebih besar lagi tanah pertanian yang diolahnya. Pengaruh ekonomi ke pedesaan bersifat dramatis dan percabangan sosialnya penting. Melewati pertengahan abad, investasi swasta di tanah Jawa Barat mulai tumbuh dan mulai muncul perkebunan-perkebunan. Tanah diambil dari tangan petani dan diberikan kepada para tuan tanah besar. Menjelang 1870, hukum agraria dipandang perlu untuk melindungi hak-hak rakyat atas tanah.
PERTUMBUHAN POPULASI DI JAWA
Pada tahun 1851, di Jawa Barat suku Sunda berjumlah 786.000 jiwa dan orang Eropa berjumlah 217 jiwa. Dalam jangka waktu 30 tahun jumlah penduduk menjadi dua kali lipat. Priangan menjadi titik pusat perdagangan barang yang disertai arus penguasa dari Barat serta imigran-imigran Asia (kebanyakan orang Tionghoa). Pada awal abad 19, diperkirakan bahwa sepertujuh atau seperdelapan pulau Jawa merupakan hutan dan tanah kosong. Pada tahun 1815, seluruh Jawa dan Madura hanya memiliki 5 juta penduduk. Angka tersebut bertambah menjadi 28 juta menjelang akhir abad tersebut dan mencapai 108 juta pada tahun 1990. Pertumbuhan populasi di antara orang Sunda mungkin merupakan faktor non religius yang paling penting dalam sejarah mereka.
KONSOLIDASI PENGARUH ISLAM
Karena lebih banyak tanah yang dibuka dan perkampungan-perkampungan baru bermunculan, Islam mengirim guru-guru untuk tinggal bersama-sama dengan masyarakat sehingga pengaruh Islam bertambah di setiap habitat orang Sunda. Guru-guru Islam bersaing dengan Belanda untuk mengontrol kaum ningrat guna menjadi pemimpin di antara rakyat. Menjelang akhir abad, Islam diakui sebagai agama resmi masyarakat Sunda. Kepercayaan-kepercayaan yang kuat terhadap banyak jenis roh dianggap sebagai bagian dari Islam. Kekristenan, yang datang ke tanah Sunda pada pertengahan abad memberikan dampak yang sedikit saja kepada orang-orang di luar kantong Kristen Sunda yang kecil.
REFORMASI ABAD 20
Kisah dari abad ini dimulai dengan reformasi di banyak bidang. Pemerintah Belanda mengadakan Kebijakan Etis (Ethical Policy) pada tahun 1901, karena dipengaruhi oleh kritik yang tajam di berbagai bidang. Reformasi ini terutama terjadi dalam bidang ekonomi, meliputi perkembangan bidang pertanian, kesehatan dan pendidikan. Rakyat merasa diasingkan dari tradisi ningrat mereka sendiri dan Islam menjadi jurubicara mereka menentang ekspansi imperialistik besar yang sedang berlangsung di dunia melalui serangan ekonomi negara-negara Eropa. Islam merupakan salah satu agama utama yang mencoba menyesuaikan diri dengan dunia modern. Gerakan reformator yang dimulai di Kairo pada tahun 1912 diekspor ke mana-mana. Gerakan ini menciptakan dua kelompok utama di Indonesia. Kelompok tersebut adalah Sareket Islam yang diciptakan untuk sektor perdagangan dan bersifat nasionalis. Kelompok yang lain adalah Muhammadiyah yang tidak bersifat politik namun berjuang memenuhi kebutuhan rakyat akan pendidikan, kesehatan dan keluarga.
TIDAK ADA KARAKTERISTIK SEJARAH SUNDA
Apa yang menonjol dalam sejarah orang Sunda adalah hubungan mereka dengan kelompok-kelompok lain. Orang Sunda hanya memiliki sedikit karakteristik dalam sejarah mereka sendiri. Ayip Rosidi menguraikan lima rintangan yang menjadi alasan sulitnya mendefinisikan karakter orang Sunda. Di antaranya, ia memberikan contoh orang Jawa sebagai satu kelompok orang yang memiliki identitas jelas, bertolak belakang dengan orang-orang Sunda yang kurang dalam hal ini.
Secara historis, orang Sunda tidak memainkan suatu peranan penting dalam urusan-urusan nasional. Beberapa peristiwa yang sangat penting telah terjadi di Jawa Barat namun biasanya peristiwa-peristiwa tersebut bukanlah kejadian yang memiliki karakteristik Sunda. Hanya sedikit orang Sunda yang menjadi pemimpin baik dalam hal konsepsi maupun implementasi dalam aktivitas-aktivitas nasional. Memang banyak orang Sunda yang dilibatkan dalam berbagai peristiwa pada abad 20, namun secara statistik dikatakan, mereka tidak begitu berarti. Pada abad ini, sejarah orang Sunda pada hakekatnya merupakan sejarah orang Jawa.
ORIENTASI KEAGAMAAN ABAD 20
Agama di antara orang Sunda adalah seperti bentuk-bentuk kultural mereka yang lain. Pada umumnya, mencerminkan agama orang Jawa. Perbedaan yang penting adalah kelekatan yang lebih kuat kepada Islam dibanding dengan apa yang dapat kita temukan di antara orang Jawa. Walaupun kelekatan ini tidak sedahsyat rakyat Madura atau Bugis, namun cukup penting untuk mendapat perhatian khusus bila kita melihat sejarah orang Sunda.
Salah satu aspek sangat penting dalam agama-agama orang Sunda adalah dominasi kepercayaan-kepercayaan pra-Islam. Kepercayaan itu merupakan fokus utama dari mitos dan ritual dalam upacara-upacara dalam lingkaran kehidupan orang Sunda. Upacara-upacara tali paranti (tradisi-tradisi dan hukum adat) selalu diorientasikan terutama di seputar penyembahan kepada Dewi Sri (Nyi Pohaci Sanghiang Sri). Kekuatan roh yang penting juga adalah Nyi Roro Kidul, tetapi tidak sebesar Dewi Sri. Ia adalah ratu laut selatan sekaligus pelindung semua nelayan. Di sepanjang pantai selatan Jawa, rakyat takut dan selalu memenuhi tuntutan dewi ini hingga sekarang. Contoh lain adalah Siliwangi. Siliwangi adalah kuasa roh yang merupakan kekuatan dalam kehidupan orang Sunda. Ia mewakili kuasa teritorial lain dalam struktur kosmologis orang Sunda.
MANTERA-MANTERA MAGIS
Dalam penyembahan kepada ilah-ilah ini, sistem mantera magis juga memainkan peran utama berkaitan dengan kekuatan-kekuatan roh. Salah satu sistem tersebut adalah Ngaruat Batara Kala yang dirancang untuk memperoleh kemurahan dari dewa Batara Kala dalam ribuan situasi pribadi. Rakyat juga memanggil roh-roh yang tidak terhitung banyaknya termasuk arwah orang yang telah meninggal dan juga menempatkan roh-roh (jurig) yang berbeda jenisnya. Banyak kuburan, pepohonan, gunung- gunung dan tempat-tempat serupa lainnya dianggap keramat oleh rakyat. Di tempat-tempat ini, seseorang dapat memperoleh kekuatan-kekuatan supernatural untuk memulihkan kesehatan, menambah kekayaan, atau meningkatkan kehidupan seseorang dalam berbagai cara.
DUKUN-DUKUN
Untuk membantu rakyat dalam kebutuhan spiritual mereka, ada pelaksana- pelaksana ilmu magis yang disebut dukun. Dukun-dukun ini aktif dalam menyembuhkan atau dalam praktek-praktek mistik seperti numerology (penomoran). Mereka mengadakan kontak dengan kekuatan-kekuatan supernatural yang melakukan perintah para dukun ini. Beberapa dukun ini akan melakukan black magic tetapi banyaknya adalah jika dianggap sangat bermanfaat bagi orang Sunda. Sejak lahir hingga mati hanya sedikit keputusan penting yang dibuat tanpa meminta pertolongan dukun. Kebanyakan orang mengenakan jimat-jimat di tubuh mereka serta meletakkannya pada tempat-tempat yang menguntungkan dalam harta milik mereka. Beberapa orang bahkan melakukan mantera atau jampi-jampi sendiri tanpa dukun. Kebanyakan aktivitas ini terjadi di luar wilayah Islam dan merupakan oposisi terhadap Islam. Tetapi orang-orang ini tetap dianggap sebagai Muslim.

By: Ulfa Ratna Sari
SK 201

Tidak ada komentar:

Posting Komentar