Selasa, 08 November 2011

UKIYO-e

Sebelum komik tercipta, masyarakat Jepang mengenal selebaran-selebaran yang dibuat menggunakan teknik Ukiyo-e.
Ukiyo-e adalah sebuah aliran seni cetak dari cukil kayu, yang berkembang di awal periode Edo (1600-1868) dan menjadi populer terutama di kalangan kelas menengah. Subjek utama ukiyo-e cenderung terfokus pada kawasan prostitusi hingga teater-teater kabuki; berawal dari hanya sehelai kertas, hingga berbentuk album dan ilustrasi buku. Ukiyo-e berkembang di seantero Jepang, dan mendapatkan bentuk yang kemudian ciri khas mereka melalui dalam karya-karya yang dihasilkan di Edo (sekarang Tokyo) dari sejak tahun 1680an hingga 1850an.

Periode Awal Ukiyo-e
Lingkungan sosial yang menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya ukiyo-e, sudah ada sejak masa Kan-ei (1624-1644). Genre lukisan (fuzokuga) pada masa itu menggambarkan para pencari kenikmatan dari berbagai macam kelas sosial yang memenuhi distrik-distrik hiburan di sepanjang sungai Kamogawa di Kyoto. Pada distrik semacam yang juga ada di Osaka dan Edo, muncul gaya hidup bebas yang disebut dengan ukiyo, atau ‘dunia yang mengambang’. Bersamaan dengan itu muncullah genre seni ukiyo-e, yang mengagungkan gaya hidup seperti itu. Buku-buku petunjuk sex (shunga; secara harafiah berarti ‘gambar-gambar musim semi’) dan kritik wanita penghibur (yujo hyobanki) adalah hal-hal yang menjadi perhatian utama dalam cetakan ukiyo-e awal. Hishikawa Moronobu (?-1964) tercatat sebagai seniman shunga pertama. Setelah dia, shunga menjadi sebuah genre yang paling populer di antara seniman ukiyo-e. Kritik wanita penghibur, pada dasarnya adalah buku-buku gambar yang berisikan komentar, dan juga gambar dari para wanita penghibur terkemuka masa itu, dalam keseharian mereka, seperti membaca buku atau mengatur rambut mereka. Daya tarik utama dari adegan-adegan yang digambarkan itu terutama adalah pada pose dan bentuk kimono yang mereka kenakan. Gambar yang sejenis dengan gambar-gambar tersebut, disebut dengan bijin-e (gambar wanita cantik), yang menggambarkan para wanita penghibur dari kasta tertinggi (tayu). Gambar para wanita penghibur ini menjadi jenis gambar yang paling populer sepanjang sejarah ukiyo-e; aliran Kaigetsudo (awal abad 18) jarang sekali berpaling pada subjek gambar yang lain. 

 

Ukiyo-e dari Edo
Pada akhir abad 17, pusat ukiyo-e telah bepindah dari Kamigata (daerah Kyoto-Osaka) ke Edo, dimana cetakan-kertas tunggal, sepertinya telah menjadi salah satu ciri khas Edo pada masa Genroku (1688-1704). Pengembangan cetakan-kertas-tunggal inilah, yang kemudian menandakan satu titik perkembangan dalam sejarah ukiyo-e, tanda kedewasaan genre ini, yang kemudian juga seringkali diasosiasikan dengan perkembangan Kabuki. Gambar para aktor (yakusha-e) dalam peranan mereka yang populer, menjadi subyek standar dalam ukiyo-e. Tapi adalah aliran Torii yang mendapatkan kesuksesan terbesar dengan mengadopsi teknik pembuatan api dari penampilan aragoto dalam bentuk grafisnya. Torii Kiyonobu I (1664-1729) dan Torii Kiyomasu I (1697-1720an) menyempurnakan sebuah aliran yang, dengan penggunaan warna yang berani dan bentuk-bentuk padat, terutama sangat cocok untuk menggambarkan subjek tentang teater, dan aliran mereka dengan cepat akhirnya memonopoli pemesanan di Edo dalam hal poster-poster teater (kamban) dan penjelasan program teater yang bergambar (ebanzuke). 



Percetakan Warna

Pada tahun 1745, ditemukan sebuah teknik untuk menggunakan serangkaian blok, dan setiap blok akan mencetak warna yang berbeda-beda dalam satu helai kertas. Hasil cetakan dari teknik ini dinamakan benizuri-e (gambar-gambar yang dicetak dalam warna merah) karena warna paling dominan adalah warna merah, yang diambil dari bunga sari Safflower (benibana), dengan total tidak lebih dari 2 hingga 3 warna. Tahun 1764 cetakan berwarna yang penuh akhirnya dapat dihasilkan. Perkembangan ini sangat erat kaitannya dengan meroketnya popularitas Suzuki Harunobi (1725? – 1770). Pada tahun 1766 hampir semua pelukis ukiyo-e melukis dengan menggunakan gaya Harunobu. Cetakan jenis baru ini, disebut nishiki-e (gambar-gambar kain brokat), atau edo-e (gambar-gambar Edo), mewakili tahap akhir perkembangan teknik dari cetakan berwana pada masa Edo. Periode Keemasan Ukiyo-e Akhir abad ke-18 merupakan periode konsolidasi, daripada inovasi, dalam ukiyo-e; namun, perkembangan format oban dan pengenalan diptychs dan tryptychs pada akhirnya menghasilkan komposisi ukiyo-e yang lebih kompleks. Setelah 1790, gambar-gambar ukiyo-e mendapatkan intensitas baru, dan berbagai jenis gaya bergantian muncul dan menjadi populer dalam waktu yang sangat singkat. Kitagawa Utamaro (1753-1806) dan Sharaku (yang aktif mulai dari pertengahan 1794 hingga awal 1795) membawakan unsur realisme dalam gambar-gambar mereka, dan menimbulkan perasaan kedekatan yang lebih dalam dengan subjek mereka, melalui penggunaan format ookubi-e ( format dengan menitik beratkan lukisan pada bagian wajah sehingga tampil lebih besar dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya ) atau bust portrait. Perempuan-perempuan dalam gambar Utamaro, seringkali ditampilkan dengan sangat menawan, dan kadang-kadang malah sensual. Setelah tahun 1800, muncullah perubahan selera yang radikal, seiring dengan hilangnya inspirasi dalam hal ide rancangan serta menurunnya kualitas cetakan. Di masa ini, lukisan tubuh-tubuh pendek dengan pundak bungkuk dan garis-garis yang tajam, menggantikan bentuk-bentuk tubuh yang tinggi dan elegan dari tahun 1770an dan 1780an. Pola-pola kimono menjadi lebih kasar dan tajam, gambar-gambar aktor pun menjadi semakin dibesar-besarkan, dan tampak menyeramkan. Salah satu alasan dari perubahan ini adalah perubahan dalam publik pembeli hasil cetakan, yang semakin lama semakin banyak dan semakin tidak mempedulikan kualitas, yang pada akhirnya membuat cetakan-cetakan ukiyo-e diproduksi secara cepat dan dalam jumlah yang besar. 


Pemandangan Alam
Kemunculan gambar-gambar pemandangan alam merupakan salah satu perkembangan terakhir dalam sejarah ukiyo-e. Sebelum gambar Katsushika Hokusai (1760-1849) berjudul Fugaku Sanjurokkei (1823, 36 Pemandangan Gunung Fuji), pemandangan alam tidaklah dipandang sebagai salah satu subjek lukisan dalam ukiyo-e. Seorang seniman yang aktif selama kurang lebih 60 tahun, Hokusai mengembangkan gaya lukisan yang sepenuhnya individual, mengkombinasikan pengaruh Cina dan barat, dengan sejumlah unsur dari aliran lokal seperti Kano, Tosa, dan tradisi Rimpa. Dia juga seorang pelukis yang luar biasa, yang menggunakan sejumlah teknik yang rumit untuk menciptakan serangkaian gambar yang mengesankan dalam kumpulan karyanya yang terkenal yaitu 13 volume Hokusai manga (1814-1849, Sketsa-sketsa Hokusai). Saingan utama Hokusai dalam hal pemandangan alam hanyalah Ando Hiroshige (1797-1858). Gambarnya yang terkenal seperti Tokaido Gojusantsugi (1833-1834, ‘53 Stasiun di jalan Tokaido’) telah membuat dia terkenal, dan pada saat yang bersamaan memunculkan sejumlah pemalsu. Dalam gambar tersebut, dan karyanya yang lain, Hiroshige menampilkan perhatiannya yang besar terhadap atmosfir, cahaya dan cuaca. Sebagai sebuah elemen yang menyatu erat dengan budaya pada masa Edo, ukiyo-e tidak mampu bertahan ketika masyarakat Edo dihancurkan oleh gerakan westernisasi radikal yang merubah Jepang dalam masa Meiji (1868-1912).

By : Maya Carlina

Tidak ada komentar:

Posting Komentar