Selasa, 08 November 2011

Kain Tenun Sakral Khas Lombok


Kain tenun yang tersebar di seluruh Indonesia memang belum jelas diketahui asal-usulnya. Seperti dari mana atau siapa pembawanya. Diperkirakan seni menenun telah ada sejak masa prasejarah (neolitikum), jauh sebelum negara Indonesia terbentuk. Yang jelas, di Indonesia sendiri seni menenun telah banyak tampak dalam relief-relief candi, prasasti-prasasti bersejarah, ataupun legenda-legenda dan kisah rakyat populer.

Berkenalan lebih jauh tentang kain tenun tradisional, aku pun jadi tahu bahwa pembuatannya tidak sesederhana yang aku pikirkan. Para penenun harus memiliki ketelatenan, ketelitian, dan dedikasi yang tinggi untuk dapat menciptakan selembar kain yang indah. Dan hasilnya? Ada kain songket, lurik, hingga kain tenun ikat dan ikat ganda yang pembuatannya memiliki kerumitan tingkat tinggi.

Hm… sampai sekarang pun aku belum bisa percaya bagaimana seorang penenun bisa setelaten itu untuk menciptakan selembar kain tenun ikat ganda.

Tapi memang begitulah. Kain tenun ikat ganda Pagringsingan dari Bali, contohnya. Satu lembarnya membutuhkan waktu pengerjaan hingga bertahun-tahun. Mencapai sepuluh tahun, katanya. Hanya untuk menciptakan selembar kain tenun. Tentu saja harganya pun melambung hingga ratusan juta.

Pembuatannya yang membutuhkan waktu panjang dan rumit memang membuat kain tenun tradisional ditinggalkan. Terutama di masa di mana kepraktisan dan keinstanan kadang didewakan. Belum lagi kekakuan motif dan kuatnya fungsi tradisional. Ini memang menjadi dilema dan kekhawatiran tersendiri.

Terlepas dari harganya yang mungkin mahal, kain tenun tradisional memang harus kembali dimasyarakatkan. Tidak hanya sekedar komoditas cindera mata, namun juga menyentuh fashion sehari-hari. Ini salah satu cara agar kesenian menenun dan hasil-hasil indahnya dapat terhindar dari kepunahan.


"Dara Puri Argestiayasa"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar