Senin, 07 November 2011

Budaya Membaca Di Jepang

Budaya Membaca Di Jepang

Budaya membaca di Jepang terkenal di seantero dunia bahkan saya hingga detik ini sering melihat cukup banyak orang Jepang yang membaca (entah komik/novel/koran /majalah) di dalam kereta api listrik yang sedang melaju dengan kencang.
Pemandangan membaca di dalam kereta api listrik (bahasa Jepang : densha) adalah pemandangan yang jamak buat saya. Yang sering saya amati biasanya penumpangnya jarang mengobrol, biasanya sibuk membaca baik koran atau komik, bermain HP, ataupun mendengarkan musik. Itu yang biasa saya lihat, lumrah tidak berlebihan, namanya juga Jepang, budaya membacanya sudah mendarah daging.
Akan tetapi kalau membaca sambil berdiri itu yang luar biasa. Saya hanya membatin, " Sungguh mantap sekali manusia Jepang ini, bisa membaca sambil berdiri. Apakah tidak merasa mual, pusing atau muntah? Daya tahan tubuh yang luar biasa ". Melihat orang Jepang membaca tanpa sedikitpun merasa terganggu konsentrasi membaca, bikin saya teringat dengan bikhu Shaolin yang sedang semedi. Kalau hanya membaca sambil berdiri kira-kira 10 menit, mungkin saya tidak terkagum-kagum seperti ini. 
Kebetulan kereta api listrik (densha) yang saya tumpangi cukup jauh perjalanannya, sekitar 50-55 menit. Saat itu keadaan penuh sesak, sekitar pukul 17:00 dimana banyak pelajar atau pekerja berebut tempat didalam densha, rata-rata pun seperti saya terpaksa berdiri karena tidak memperoleh tempat duduk.
Densha ini berhenti di tiap stasiun, otomatis saya hanya sekedar mengamati keadaan penumpang, sembari berharap semoga cepat sampai di tempat tujuan. Orang Jepang yang saya amati tersebut tetap asyik masyuk membaca tanpa memperdulikan keadaan sekelilingnya. Lebih dari 5 kali stasiun masih juga tidak dapat tempat duduk, akhirnya saya pun memutuskan tetap bergelantungan alias berdiri berdesakan dengan penumpang yang lain, sembari asyik mengamati orang Jepang tersebut.
Saya amati setiap berhenti di stasiun, orang Jepang tersebut (Mr. X) tetap tidak terpengaruh dengan keadaan sekeliling, tetap asyik membaca tanpa merasa terganggu, luarbiasa. Dan yang saya lihat bukan hanya 1 manusia Jepang yang seperti ini, akan tetapi ada beberapa dalam gerbong kereta tersebut. Yang lain yang kebetulan beruntung dapat tempat duduk, tentu saja, membaca sambil duduk.
Mungkin anda heran apanya yang luar biasa dengan orang membaca? Saya yang sudah cukup lama tinggal di Jepang masih juga terheran-heran dengan budaya membaca di Jepang. Harus diakui budaya membaca orang-orang Jepang memang tinggi. 
Ingat komik pasti ingat rajanya komik di dunia yaitu negara Jepang. Bahkan arti kata komik dalam bahasa Jepang yaitu Manga (baca: man-ga atau man-ng-ga) dikenal luas oleh penggemar komik Jepang diseluruh dunia. Sebut saja komik yang terkenal di dunia seperti, Naruto, Death Note, Dragon Ball, Detektif Conan, Azumanga Daioh, Area 88, Clamp no Kiseki (kelompok penulis kontroversial di Jepang-komik dewasa), Shin-chan, Uchi no sanshimai, dan masih banyak lagi. Tidak ada habis-habisnya bercerita tentang Komik di Jepang karena jumlahnya yang begitu banyak. Bagi seorang kutu buku pastilah Jepang terasa seperti " surga" buku/komik yang begitu banyak dan lengkap jumlahnya. 

 


Salah satu toko buku yang sangat terkenal di berbagai lapisan rakyat Jepang adalah KINOKUNIYA shoten (Toko buku Kinokuniya). Tentu saja masih ada banyak toko buku di Jepang selain Kinokuniya shoten, akan tetapi Kinokuniya shoten merupakan salah satu pionir toko buku di Jepang. Luar biasa toko buku Kinokuniya yang telah berdiri sejak tahun 1927, koleksi bukunya sungguh lengkap, dijamin seorang kutu buku akan langsung jatuh cinta. Mulanya toko buku Kinokuniya pun hanya memiliki 1 toko buku yaitu di Shinjuku, Tokyo. Pendiri Kinokuniya shoten adalah Tanabe Moichi.
 Saat ini kinokuniya shoten telah menjelma menjadi jaringan toko buku yang sangat familiar bagi rakyat Jepang. Kinokuniya shoten yang dioperasikan oleh Kinokuniya Company Ltd, saat ini telah sukses membuka 61 gerai toko buku di seluruh Jepang dan bahkan sukses pula merambah ke luarnegeri. Ada 23 gerai toko buku Kinokuniya yang berada di luarnegeri termasuk Indonesia.
Silakan buka websitenya, http://www.kinokuniya.co.jp/english/
Memang harus diakui orang Jepang sangat akrab dengan buku. Kegemaran membaca buku yang mendarah daging apalagi ditunjang dengan kemudahan dan fasilitas yang sangat mendukung hobi membaca ini. Misalnya, perpustakaan. Apalagi pemerintah dan juga Kaisar Jepang pun tergolong menyukai buku, klop sudah rakyat, pemerintah dan Kaisar pun sama-sama " gila " buku.
Saya paling terkesan saat membaca sejarah Jepang, pasca pengeboman Hiroshima-Nagasaki, tahun 1945. Jepang jelas-jelas hancur, luluh lantak, baik nyawa manusia yang terbunuh akibat jatuhnya bom atom juga harga diri sebagai bangsa yang berdaulat. Dalam kondisi yang serba hancur, Kaisar Hirohito (Kaisar Jepang saat itu) berusaha membangun kembali negaranya.
Kaisar Hirohito paham bahwa bangsanya berada di titik terendah, semangat dan harga diri sebagai bangsa telah jatuh. Walaupun Kaisar Hirohito pedih akan tetapi tidak sibuk berkutat untuk memerintahkan menghitung nyawa rakyat Jepang yang terbunuh, tentara yang gugur dalam medan peperangan atau armada perang yang tertembak musuh, dan lain-lain. TIDAK. Kaisar Hirohito paham dan sadar, yang paling penting adalah bangkit kembali dari keterpurukan dan berusaha melanjutkan hidup. Perintah Kaisar Hirohito sungguh mencengangkan " Kumpulkan jumlah guru yang masih tersisa/hidup."
Rakyat Jepang sangat mengagungkan Kaisar Jepang (bahkan hingga saat ini). Akibat perintah tersebut, rakyat Jepang sadar bahwa harus mampu bangkit dari keterpurukan. Jepang memang harus diakui sumber daya alam (SDA) sangat minim, akan tetapi untuk sumber daya manusia (SDM) boleh dibanggakan. Terbukti hampir 99 % rakyat Jepang melek huruf. Tidaklah mengherankan Jepang mampu bangkit kembali dari kehancuran di tahun 1945.
Akhir kata, moral artikel ini hanya satu, membaca dan pendidikan amatlah sangat penting. Jangan sekedar tergantung dengan sumber daya alam dalam membangun bangsa, yang terpenting justru sumber daya manusia. Dengan sumber daya manusia yang terdidik maka jalan menuju bangsa yang maju seperti Jepang akan semakin terbuka lebar. Sedangkan bila terlalu menggantungkan sumber daya alam maka hanya membuat rakyat menjadi malas, bagaimanapun sumber daya alam suatu saat akan habis. Ibarat kata, warisan sebanyak apapun akan habis, bila pewarisnya bodoh, suka berfoya-foya dan malas. Sialnya, saat tiba masa cucu-cicit hanya akan tersisa utang setumpuk gunung dan membebani hidup keturunan selanjutnya. Saya bukan bermaksud menggurui para pembaca, tetapi itulah yang cukup banyak saya lihat dalam pengalaman hidup.

sumber : Dwi Jayanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar