Senin, 07 November 2011

Bahasa Indonesia Sebagai Identitas dan Penyatu Bangsa Menghadapi Pengubah Sosial

Bahasa Indonesia Sebagai Identitas dan Penyatu Bangsa Menghadapi Pengubah Sosial

1. Fungsi Bahasa Indonesia
 
Seminar Politik Bahasa Nasional, 25-28 Februari 1975 di Jakarta, antara lain merumuskan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia (selanjutnya disingkat BI) berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya bahasa, dan (4) alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1975:5). Dalam pergaulan internasional, BI mewujudkan identitas bangsa sebagai identitas fonik, di samping identitas fisik, yakni bendera merah putih dan garuda Pancasila.
Beriringan dengan pesatnya perkembangan BI sebagai lambang identitas nasional, teraktualisasikan pula perkembangan bahasa daerah (selanjutnya disingkat BD) sebagai lambang identitas daerah yang keberadaannya diakui di dalam UUD 1945 yang secara bersamaan dengan BI menghadapi arus globalisasi. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak ada persaingan antara BI dan BD. Oleh karena itu, pemerintah tidak ragu-ragu mengonsepkan kurikulum muatan lokal yang memberikan peluang bagi sekolah-sekolah untuk mengajarkan BD di daerah masing-masing.
 
2. Identitas Bangsa
 
Sosok yang menunjukkan bahwa dia adalah Indonesia, baik sebagai negara maupun sebagai bangsa, berwujud dalam dua kenyataan, yakni BI yang menampakkan diri sebagai identitas fonik dan merah putih serta Garuda Pancasila sebagai wujud fisik. Jika kita berada di luar negeri, lalu ada bunyi yang kita dengar, misalnya "oh kakiku", serta merta kita mengatakan, ia adalah orang Indonesia tidak peduli, apakah ia orang Batak, Dayak, atau orang Saparua. Demikian pula, kalau kita melihat sebuah gedung, lalu di situ berkibar bendera merah putih, dan di depan pintunya ada gambar garuda, kita dapat memastikan bahwa gedung tersebut adalah gedung perwakilan RI. Hal yang sama, jika kita menyaksikan pasukan multibangsa, lalu ada pasukan yang baretnya ada pita kain merah putih, dan di dada atau di lengan anggota pasukan tersebut ada lambang garuda, kita dapat memastikan bahwa pasukan tersebut adalah pasukan RI.
Dalam kaitan ini kita patut berbangga kepada Presiden kita karena hampir dalam setiap kesempatan selalu menggunakan BI yang ternyata lebih memantapkan identirtas bangsa adalah pergaulan internasional.

3. Arus Globalisasi
 
Arus globalisasi menimbulkan pengubah sosial yang menurut Emil Salim (1990) menimpa empat bidang kekuatan yang menonjol daya dobraknya. Keempat bidang kekuatan itu, yakni pertama gelombang perkembangan yang amat tinggi dalam bidang IPTEK. Gelombang kedua, yakni bidang ekonomi, misalnya yang dapat kita amati penyatuan pasar Eropa Barat, AS, dan Kanada. Kecenderungan ini merupakan perilaku ekonomi global yang praktis telah mencakup sebagian wilayah di dunia ini tanpa mengenal batas. Gelombang ketiga, yakni masalah lingkungan hidup, misalnya kalau terjadi pencemaran laut di Selat Malaka, dampaknya tidak hanya dirasakan Malaysia, Singapura, dan Indonesia, tetapi juga di negara tetangga lainnya. Gelombang keempat, yakni bidang politik sehingga dewasa ini tak ada lagi suatu negara yang hanya memeprtaruhkan potensi yang terdapat di dalam negaranya.
Arus globalisasi itu telah menimbulkan pengubah sosial yang dalam waktu-waktu yang akan datang akan terjelma dalam perilaku sosial, baik perilaku sosial bermasalah maupun perilaku sosial yang positif . Kenyataan menunjukkan di mana-mana selalu digebyarkan kata atau urutan kata persaingan, harga bersaing, persaingan global, kalah bersaing, dan memasuki persaingan global.

4. Pengaruh Arus Globalisasi
 
Arus globalisasi tentu saja akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan dan penghidupan manusia sejagat. Pengaruh itu, anara lain akan terlihat dalam bidang pendidikan dan kebudayaan. Salah satu pokok yang dihadapi dunia pendidikan adalah masalah identitas bangsa.

Kalau kita berbicara identitas bangsa, mau tidak mau kita akan berbicara tentang kebudayaan, dan kalau kita berbicara tentang kebudayaan, mau tidak mau kita akan mempersoalkan bahasa. Itu sebabnya Makagiansar (1990) menekankan perlunya kesadaran tentang identitas budaya, bahkan Emil Salim (1990) menyatakan upaya mempertahankan identias merupakan prioritas yang harus diperjuagkan mati-matian dengan cirri utama keseimbangan antara aspek material dan spiritual. Pengaruh arus globalisasi dalam identitas bangsa itu tecermin, antara lain, dari sikap lebih mengutamakan penggunaan bahasa asing (disingkat BA) daripada penggunaan BI, misalnya dalam penamaan kompleks perumahan, dan sikap mementingkan kegiatan tertentu, misalnya demi kegiatan pengembangan pariwisata dan bisnis. Syukurlah sikap seperti itu mulai disadari, dan diambil langkah-langkah nyata mengganti kata-kata asing dengan kata-kata Indonesia.

Sumber :: Dwi Jayanti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar