Tadi saya membaca sebuah artikel mengenai kenapa Jepang bisa lebih maju dari Indonesia dan mampu menjadi negara ekonomi yang kuat baik di tingkat asia maupun dunia, padahal tahun 1945 Jepang luluh lantak oleh Sekutu dalam Perang Dunia II. Mengapa Jepang bisa maju sepesat itu??Saya akan coba rangkumkan.
1. KERJA KERAS
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika(1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680jam/tahun) (detik..com,2011). Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan "agak memalukan" di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk "yang tidak dibutuhkan" oleh perusahaan.
2. MALU
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Tentu anda mengenal istilah Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) kan?? Nah Harakiri telah menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena mengundurkan diri" bagi para pejabat (menteri, politikus, dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di tengah jalan. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.
3. HIDUP HEMAT
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Saya sering melihat televisi Jepang, disitu saya melihat banyak orang Jepang yang belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30. Setelah saya bertanya kepada teman saya yang tinggal lama di Jepang, ternyata sudah menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00.
4. LOYALITAS TINGGI
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business) perusahaan.
5. KREATIF DAN INOVATIF
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Menarik membaca kisah Akio Morita (Pendiri Sony Corporation) yang mengembangkan Sony Walkman yang melegenda itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan membundling model portable sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun 1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi mencapai 150 juta produk (Wikipedia). Teknik perakitan kendaraan roda empat juga bukan diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah.
6. PANTANG MENYERAH
Orang Jepang memiliki prinsip tidak ada yang tidak bisa dilakukan selama mereka mau berusaha dan pantang menyerah. Sejarah sudah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Pada saat puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi dan ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia . Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki , disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo . Ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen). Cukup menakjubkan membaca kisah orang sukses Jepang seperti Matsushita Konosuke (Pendiri Panasonic) yang usahanya hancur dan hampir tersingkir dari bisnis peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai dari nol untuk membangun industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di era kekinian. Akio Morita (Pendiri Sony Corporation) juga awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori
dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan).
7. BUDAYA MEMBACA
Jangan kaget kalau kita jalan-jalan ke Gramedia dan melihat begitu banyak komik Jepang dipajang. Itu mengindikasikan bahwa budaya membaca sudah ada di masyarakat Jepang. Ketika teman saya bercerita tentang pengalaman dia selama di Iwatsuki Jepang, pada saat naik kereta listrik (densha), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran. Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca. Banyak penerbit di Jepang yang mulai membuat man-ga (komik bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA. Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin tinggi. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman, dsb). Konon kabarnya legenda penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada tahun 1684, seiring dibangunnya institut penerjemahan dan terus berkembang sampai jaman modern. Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan.
8. KERJASAMA KELOMPOK
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut (tidak seperti di Indonesia yang selalu mengklain hasil kerja tim atau bahkan orang lain sebagai hasil kerja dia). Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus dengan lab penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalam kelompok mungkin salah satu kekuatan terbesar orang Jepang. Ada slogan yang bisa menggambarkan kerja sama kelompok, yaitu "There is no 'I' in TEAMWORK"
9. MANDIRI
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Pada saat teman saya bercerita pengalamannya, dia melihat setiap anak kecil bersekolah di Jepang (baik itu TK atau SD), kebanyakan membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya. Menurut saya, itu mengartikan bahwa semenjak kecil mereka dilatih untuk mandiri. Dan bertanggung jawab terhadap barang miliknya ataupun pekerjaannya. Untuk anak yang beranjak dewasa, selepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Mereka cenderung berusaha hidup mandiri dengan bekerja part time untuk biaya sekolah atau biaya hidup sehari-hari.
10. JAGA TRADISI
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai saat ini. Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang. Sebuah cerita dari teman saya ketika di Jepang, Ketika dia naik sepeda dan menabrak pejalan kaki, ternyata pejalan kaki tersebut yang pertama kali mengatakan minta maaf walaupun teman saya merasa bahwa ia yang bersalah. Budaya tersebut tentunya tidak ada di Indonesia kan??? Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata "tidak" untuk apabila mendapat tawaran dari orang lain.
Jadi, sudah selayaknya kita meniru kebiasaan orang Jepang yang saya rasa positif. Sebagai contoh, saat Tsunami melanda Fukushima Jepang, masyarakat setempat tidak panik, mereka tetap tertib. Baik saat mengambil makanan di supermarket, antri di pengisian bahan bakar kendaraan, ataupun dalam berkendara.
Saya yakin, jika kita mampu mengadopsi kebiasaan Jepang dalam kehidupan kita sehari-hari, bangsa kita akan menjadi bangsa yang kuat dan disegani di mancanegara.
Jadi,mulailah dari sekarang!!!
Ganbatte!!!
RESTI NURFAIDAH SK - 201
Tidak ada komentar:
Posting Komentar