Sekretaris, smart atau seksi?
Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa 21 April selain Hari Kartini juga hari istimewa bagi mereka yang berprofesi sekretaris. Peringatan Hari Sekretaris sedunia atau yang lebih dikenal "Secretaries Day" dijatuhkan pada hari Rabu minggu ketiga pada April. Adalah Harry F. Klemfuss seorang penerbit di New York yang pada 1952 memelopori pengakuan terhadap pentingnya nilai dan posisi sekretaris dan adminitratif profesional dalam perusahaan atau bisnis.
Para sekretaris adalah tangan-tangan terampil yang bekerja dengan peran besar dalam keberhasilan perusahaan, tetapi jarang dihargai dan diakui.
Dapat dibayangkan situasi yang akan muncul apabila seorang pimpinan bekerja menangani sebuah proyek tanpa dukungan para sekretaris dan administratif profesional yang bekerja keras dengan tekun dan dedikasi tinggi mengatur segala hal dan menyediakan pelbagai informasi bagi kelancaran dan keberhasilan proyek yang dijalankan.
Mereka ibarat pelumas yang melancarkan semua kegiatan perusahaan lewat fungsi pelayanan yang diberikan meskipun berbagai pandangan sinis dilontarkan bahwa keberadan seorang sekretaris dapat digantikan oleh se-bu-ah teknologi seperti BlackBerry atau e-secretary yang siap membantu pimpinan 24 jam tanpa mengeluh.
Lewat kemajuan teknologi, urusan korespondensi, pengelolaan kearsipan, dan keuangan, pengaturan janji temu sekaligus reminder dan pembuatan agenda kerja pimpinan dapat diatasi dengan e-secretary.
Namun demikian, tidak semua pekerjaan sekretaris bisa dilakukan oleh teknologi. Artinya tidak serta merta teknologi mampu menyelesaikan semua pekerjaan sekretaris seperti dalam menyusun proposal dan laporan, menerima tamu dan menegosiasi MOU, mewakili pimpinan dalam pertemuan, serta menangani komplain tamu, dan segudang tugas lain terkait dengan hubungan insani.
Profesi sekretaris memang cenderung identik dengan selingkuhan atau simpanan bos, wanita penggoda, dan pekerja yang mengandalkan keseksian tubuh. Citra buruk ini muncul karena beberapa oknum yang melakukan praktik amoral dan merusak citra sekretaris yang sesungguhnya.
Pengaruh tayangan film dan sinetron turut memperburuk pencitraan karena dalam dunia hiburan, hal buruk menjadi lebih menjual dan menarik untuk diekspos.
Seiring dengan kebutuhan kerja, profesi ini menuntut adanya knowledge, skills dan attitude selain kecerdasan emosi yang tinggi. Jika pada awal kehadirannya hanya sebagai pelengkap dalam kegiatan klerikal, maka kini, kemampuan manajerial juga harus dimiliki.
Beberapa peran dan tugas sekretaris semakin membutuhkan kemampuan konseptual dan manajerial bahkan kemampuan leadership terutama untuk posisi sekretaris organisasi atau kepala bagian yang nota bene memiliki bawahan.
Pandangan menjadi sekretaris harus cantik dan seksi perlu dihapuskan. Memiliki tubuh dan tampil sexy justru berkonotasi negatif karena menjurus pada daya tarik seksual yang bersifat erotik menggoda.
Kecantikan seorang sekretaris harus lebih terpancar dari inner beauty berupa kepribadian yang baik, ramah, simpatik dan penuh empati. Penampilan segar dan menarik tetapi tidak berlebihan memang dibutuhkan untuk memperlancar hubungan kerja dengan pimpinan dan relasi.
Kini, selain peluang kerja yang sangat besar di instansi swata maupun pemerintah, profesi sekretaris sangat terbuka bagi jenjang karier yang lebih tinggi seperti jabatan manajer divisi, kepala cabang bahkan direktur.
Hal ini dimungkinkan sebab mereka sudah sangat familier dengan seluk-beluk pekerjaan pimpinan, operasional perusahaan, dan para relasinya. Alhasil, para sekretaris memiliki tingkat adaptasi tinggi untuk menduduki jabatan pimpinan terlebih dengan didukung kemampuan manajerial dan leadership yang terasah akibat delegasi tugas yang sering diembannya.
Oleh karena itu, pendapat profesi sekretaris hanya mengandalkan keseksian tubuh semata tidaklah tepat. Sekretaris haruslah smart dan bukan sekadar sexy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar