Jumat, 18 Februari 2011

Etika berbicara

Etika Berbicara

Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang memiliki kebudayaan adiluhung. Penduduknya ramah tamah, sopan santun, tutur katanya halus dan terbuka pada pendatang. Suku Jawa misalnya, memiliki tingkatan bahasa pergaulan baik lisan maupun tulisan. Ada Jawa ngoko, kromo dan kromo inggil. Masing-masing dipergunakan pada waktu dan tempat yang berbeda. Kepada orang tua kita harus memakai bahasa kromo inggil, kepada yang lebih muda kita boleh bicara ngoko. Hal ini menunjukkan sejak dulu bahasa memiliki kedudukan yang tinggi dalam pergaulan. Warisan nenek moyang kita ini harus kita jaga dan kita lestarikan. Sebab, didalamnya mengandung ajaran yang sarat dengan budi pekerti. 

Saat ini pelajaran budi pekerti sepertinya kembali digalakkan oleh pemerintah karena manfaatnya sangat besar dalam mendidik anak didik memiliki pribadi yang berkualitas. Merosotnya moral di kalangan generasi muda sekarang ini salah satu penyebabnya adalah dangkalnya pemahaman akan budi pekerti. 

Kita harus menjaga lisan kita untuk senantiasa bicara yang benar dan penuh hikmah. Tetapi kebenaran dan hikmah itu hanya akan sampai pada para pendengar manakala kita sampaikan dengan tutur kata yang halus dan sopan. Kata-kata yang diucapkan dengan kasar walaupun benar akan menyakitkan hati. Tiada kebenaran dalam kekasaran, sebab yang kasar itu biasanya tidak mujarab sebagai hikmah. Benar tetapi menyakitkan hati seperti air minum yang diberikan dengan bentakan.

Bertutur kata halus dan sopan tidak semua orang bisa, ini termasuk bekal menjadi manusia yang utama. Seorang biasanya sejak awal dapat diduga akan berhasil atau gagal dalam hidupnya dari tutur katanya. Orang yang terbiasa bertutur kata halus dan sopan akan terbiasa pula untuk menghadapi setiap persoalan dengan penuh ketenangan dan kesabaran.


Sebab, di dalam tutur kata yang halus dan sopan itu mengandung pelajaran tingkah laku yang benar dan baik. Kedengarannya tidak masuk akal. Tetapi marilah kita renungkan sejenak dengan hati yang jernih dan pikiran yang cerdas. Bertutur kata yang halus dan sopan itu bukan perkara mudah, khususnya bagi orang yang sejak kecil tidak memiliki budaya yang adiluhung. Bagi kita, bertutur kata yang halus dan sopan itu mudah karena sejak kecil kita sudah dibiasakan untuk berbicara seperti itu. Tetapi bagi orang lain, memerlukan latihan dan praktik yang tidak sekali jadi. Karena itu begitu berhasil, otomatis tingkah lakunya akan berubah mengikuti langgam tutur katanya yang baru itu.


Kenapa kita harus bertutur kata yang halus dan sopan? Kalau kita kaji lebih mendalam di balik ucapan yang kita keluarkan dari mulut kita, mencerminkan siapa diri kita sebenarnya. Kalau bahasa menunjukkan bangsa, maka kata-kata menunjukkan pribadi kita. Seseorang akan sulit mengelak dari dirinya sendiri pada saat ia berbicara. Kata-kata yang keluar secara spontanitas akan membuka siapa diri kita sebenarnya. Berkualitaskah atau kita cuma orang yang tidak punya ilmu sama sekali ?


Kata-kata yang halus dan sopan memiliki pengaruh lebih besar daripada kata-kata yang kasar dan serampangan. Lebih mudah menggaet orang lain menuruti kemauan kita dengan kehalusan kata daripada kita paksa dengan kasar dan tidak sopan. Sebab, manusia adalah makhluk berperasaan, kalau kita dapat menyentuh perasaannya maka manusia akan mematuhi apa saja yang kita perintahkan. Sebaliknya jika dikasari, mungkin awalnya menurut, tetapi lama-kelamaan ia akan berontak. Apapun yang bertentangan dengan hati pasti tidak akan langgeng. Tutur kata yang halus dan sopan harus dimiliki semua orang, bukan hanya untuk kaum wanita saja.


Ada kisah yang cukup menarik yang dapat menjadi pelajaran bagi kita semua. Ada seorang sekretaris wanita yang cantik, lincah dan energik. Siapapun pasti suka kepadanya, disamping cantik, otaknya cerdas. Tugas-tugasnya selalu dapat diselesaikan dengan baik. Sayang ada satu cacatnya, ia judes dan kasar.


Suatu hari ada tamu penting dating menemui bosnya. Tamu tersebut bertanya kepadanya, apakah bosnya ada. Ia menjawab ada tetapi tanpa mengalihkan pandangannya dari komputer di depan matanya. Rupanya tamu tadi kurang mendengar sehingga bertanya lagi. Mungkin saking jengkelnya karena merasa terganggu dijawab dengan kasar, “Ada. Silahkan masuk!”.


Beberapa saat kemudian ia dipanggil bosnya. Di depan tamu tadi ia dimarahi habis-habisan dan disuruh minta maaf. Dengan ketakutan ia menyalami tamu yang ternyata seorang mitra bisnis bosnya. Ia minta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya kembali. Namun dirinya sudah cacat, meskipun bosnya nampaknya memaafkan dirinya, tetapi ia merasa bosnya sudah berubah kepadanya.


Tutur kata yang halus dan sopan merupakan pintu pembuka dalam bergaul dengan orang lain. Orang akan menaruh simpati pada diri kita jika kita senantiasa dapat mengendalikan ucapan kita. Tutur kata yang halus dan sopan akan membuat diri kita disenangi baik kawan maupun atasan. Tugas-tugas akan menjadi lancer dikerjakan jika kita selalu berkomunikasi menggunakan kata-kata yang berkualitas yang diucapkan dengan halus dan sopan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar